Karena Kebijakan Trump, Perdamaian di Yaman Sulit Diraih

Indonesian Radio 21 views
Departemen Keuangan Amerika Serikat baru-baru ini telah memasukkan gerakan Rakyat Yaman Ansarullah beserta tiga pimpinannya yaitu Abdullah Yahya Al Hakim, Abdul Malik Badreddin Al Houthi dan Abdul Khaleq Al Houthi ke daftar sanksi.

Menanggapi hal itu, Biro Politik Gerakan Ansarullah Yaman menyatakan bahwa AS sebagai musuh asli rakyat Yaman melakukan berbagai kejahatan, baik secara langsung maupun melalui tangan pasukan bayaran regionalnya di Yaman.

Seperti dilansir Al Masirah, Selasa, (19/1/2021), Biro Politik Ansarullah mereaksi kebijakan AS memasukkan nama Ansarullah ke daftar sanksinya dan menegaskan, keputusan AS ini telah mengungkap jelas keterlibatan negara ini dalam agresi militer ke Yaman.

Ansarullah menambahkan, langkah permusuhan AS ini justru akan memperkuat tekad dan keteguhan sikap Ansarullah, dan membuatnya kuat dalam menghadapi berbagai konspirasi Amerika-Zionis.

Setelah Joe Biden dilantik sebagai Presiden AS dan mengambil alih Gedung Putih, banyak yang bertanya perubahan apa yang akan dilakukannya mengenai kebijakan luar negeri AS, khususnya, terhadap Yaman.

Nama Ansarullah yang dimasukkan ke dalam daftar "organisasi teroris asing" oleh pemerintahan Donald Trump dan dukungan AS yang berkelanjutan terhadap agresi militer pasukan koalisi yang dipimpin Arab Saudi telah menghambat upaya perdamaian.

Menurut laporan Press TV, harapan untuk kemajuan menuju perdamaian di Yaman menjadi tipis setelah Trump memasukkan Ansarullah sebagai ke dalam "organisasi teroris asing."

Menteri luar negeri Yaman menyebut keputusan AS tersebut sebagai "konyol". Dia memperingatkan bahwa jika proses perdamaian benar-benar gagal, Yaman cukup kuat untuk melawan.

Sejauh ini, Menlu Yaman dilaporkan telah mengirimkan pesan kepada presiden baru AS Joe Biden, dan tim kebijakan luar negeri Biden dikabarkan tidak setuju dengan keputusan terbaru AS mengenai Yaman.  

Lembaga-lembaga internasional yang berafiliasi dengan PBB telah mengutuk embargo AS terhadap Ansarullah, yang berlaku pada 19 Januari 2021. Mereka juga mengungkapkan kekhawatiran mengenai dampak mengerikan akibat sanksi tersebut dan menuntut pembatalannya.  

Langkah pemerintahan Trump tersebut tampaknya memiliki beberapa tujuan. Pertama, keputusan terbaru AS ini diambil untuk melemahkan perlawanan rakyat Yaman dan memaksa mereka untuk menyerah.

Meski koalisi pimpinan Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) telah melancarkan serangan militer ke Yaman selama enam tahun dan pemboman terhadap rakyat negara ini setiap harinya, namun mereka tidak mendapat hasil apapun, bahkan sejauh ini mereka telah menghabiskan miliaran dolar untuk mencapai ambisinya di Yaman. Mereka juga telah menderita banyak kerugian militer dan kehilangan peralatan perang.

Untuk itu, Trump sebagai sekutu dekat Arab Saudi ingin membantu dengan mengembargo Ansarullah dengan harapan bisa mematahkan perlawanan rakyat Yaman dan mengubah perimbangan yang menguntungkan pasukan koalisi.

Namun kenyataannya berbeda, dan sanksi terhadap Ansarullah berarti mencegah pengiriman bantuan kemanusiaan kepada jutaan warga Yaman. Hal inilah yang menjadi fokus kritik dan kecaman internasional, dan bahkan kecaman dari dalam negeri AS sendiri.

Todd (Christopher) Young, seorang Senator dari Partai Republik dalam tweetnya menulis, keputusan Mike Pompeo untuk memasukkan al-Houthi (Ansarullah) Yaman sebagai organisasi teroris adalah langkah keliru lain AS dalam konflik Yaman.

Kedua, tampaknya langkah terbaru AS tersebut adalah upaya pemerintahan Trump untuk membuat batu sandungan terhadap jalan kebijakan luar negeri dan regional dari pemerintahan AS berikutnya, yaitu pemerintahan Biden. (RA)

Add Comments