Pembunuhan berantai terhadap para ilmuwan Republik Islam Iran harus dihentikan. Pernyataan ini dibuat oleh keluarga dari lima ilmuwan nuklir yang diduga dibunuh oleh agen rezim Zionis Israel.
Keluarga para korban telah mengajukan gugatan terhadap Amerika Serikat atas dukungannya kepada Israel dalam apa yang disebut sebagai aktivitas terorisme terhadap Republik Islam Iran.
Republik Islam Iran tidak mengakui Israel sebagai sebuah negara. Inilah mengapa kasus tersebut tidak secara langsung ditujukan kepada Israel, tetapi menyasar AS sebagai kekuatan pendukung di belakang Tel Aviv. Jika berhasil, langkah tersebut akan mengakibatkan pembekuan aset AS di luar negeri, yang diperkirakan mencapai ratusan juta dolar.
Tindakan hukum tersebut dilakukan lebih dari sebulan setelah pembunuhan terhadap ilmuwan nuklir senior Iran, Mohsen Fakhrizadeh, yang seperti dalam insiden sebelumnya, Iran menuding Israel berada di balik teror ini. Israel juga memiliki sejarah pembunuhan terorganisir terhadap ilmuwan nuklir Iran sejak 2010; Fakhrizadeh adalah korban kelima.
Meskipun Tel Aviv belum mengomentari pembunuhan tersebut, namun jejaknya dapat dilacak. Dalam video yang direkam pada tahun 2018 ini, Perdana Menteri rezim Zionis Benjamin Netanyahu memberikan isyarat terkait hal ini.
Karena Uni Eropa juga tidak komitmen terhadap perjanjian nuklir JCPOA, maka pembunuhan terhadap Fakhrizadeh membuat Iran mengubah kebijakannya terkait program nuklirnya.
Sebagai tanggapan, Republik Islam Iran secara resmi mengumumkan bahwa mereka melanjutkan pengayaan Uranium dengan kemurnian 20 persen, jauh dari batas 3,67 persen yang ditetapkan oleh kesepakatan nuklir.
Tim hukum di sini mengatakan gugatan terhadap AS mengejar satu tujuan: memutus rantai penargetan yang melanggar hukum terhadap ilmuwan Iran. Fakhrizadeh adalah ilmuwan senior nuklir dan pakar pertahanan Iran. Dia telah lama menjadi incaran dinas-dinas intelijen musuh dan termasuk menjadi target utama musuh untuk dibunuh. Nama Fakhrizadeh bersama empat warga Iran lain, masuk daftar 500 orang paling berpengaruh dunia versi media Amerika Serikat, Foreign Policy.
Fakhrizadeh memainkan peran kunci namun tidak tampak oleh publik, dalam pertumbuhan ilmu pengetahuan Iran, dan infrastruktur teknologi. Pasca kesyahidannya, baru terungkap bahwa proyek-proyek terpenting yang digarap oleh Fakhrizadeh, dan timnya membuahkan hasil, di antaranya proyek produksi kit tes Virus Corona buatan Iran, yang dimulai Maret 2020 di lembaga yang dipimpinnya.
Selain itu, nama Fakhrizadeh sebagai ilmuwan senior Kementerian Pertahanan Iran, sekaligus mantan kepala Pusat Riset Fisika, PHRC, pada 24 Maret 2007 masuk daftar sanksi Dewan Keamanan PBB.
Orang-orang Amerika menyebut Mohsen Fakhrizadeh sebagai "kotak rahasia" yang selalu memainkan peran di balik layar namun berpengaruh, dalam menentukan sikap Iran di setiap perundingan. Menurut keterangan Badan Energi Atom Internasional (IAEA), selama tidak melakukan dialog langsung dengan Fakhrizadeh, IAEA tidak bisa berkomentar soal seberapa besar level Iran dalam menguasai teknologi nuklir.
Surat kabar rezim Zionis Israel, Jerusalem Post, beberapa tahun lalu mempublikasikan laporan tentang biodata Dr. Mohsen Fakhrizadeh yang dibuat tim investigasi IAEA pada tahun 2003, dan sekitar Maret 2018, sumber Israel mengumumkan, dinas intelijen pusat rezim ini, Mossad, berusaha meneror salah satu ilmuwan nuklir Iran, namun gagal.
Teror yang merupakan salah satu bentuk pembunuhan dengan tujuan politik atau keyakinan, adalah nama yang kerap didengar oleh Republik Islam Iran. Iran dengan lebih dari 17.000 korban teror adalah bukti hidup dari aksi mengerikan di balik layar para pengklaim pembela hak asasi manusia sejak awal kemenangan Revolusi Islam Iran sampai sekarang.
Oleh karena itu, Iran selama bertahun-tahun pasca revolusi, yaitu sekira 40 tahun lalu, menjadi salah satu negara terbesar korban terorisme, dengan kata lain, korban terorisme terbesar di dunia. Teror ilmuwan nuklir Iran, merupakan salah satu cara baru aksi kubu arogan dunia di Iran.
Selama satu dekade terakhir, sedikitnya enam ilmuwan Iran gugur syahid dalam serangan teror yang didalangi oleh musuh-musuh negara ini. Tak diragukan lagi tujuan dari pembunuhan ilmuwan Iran adalah untuk mencegah kemajuan negara ini.
Di antara ilmuwan Iran yang gugur syahid dalam serangan teror adalah Massoud Ali Mohammadi pada 12 Januari 2010, Majid Shahriari dan Fereydoun Abbasi pada 29 November 2010, Darioush Rezai pada pada 23 Juli 2011, Mostafa Ahmadi-Roshan pada 11 Januari 2012, dan yang terbaru adalah Mohsen Fakhrizadeh.
Tidak diragukan bahwa salah satu tujuan teror terhadap ilmuwan besar Iran adalah upaya membendung kemajuan ilmu pengetahuan di negara ini, namun bisa dipastikan mereka tidak akan berhasil meraih tujuannya. Pasalnya, ilmu pengetahuan mustahil untuk dihapus, dan para ilmuwan selama bertahun-tahun bekerja keras, dan menyimpan serta mewariskan hasil kerjanya kepada murid-murid mereka. (RA)