Serangan Berdarah di Irak, 32 Orang Tewas

Indonesian Radio 1 views
Hampir setahun pasca pembunuhan Komandan Pasukan al-Quds Garda Revolusi Islam Iran (IRGC) Letnan Jenderal Qassem Soleimani oleh pasukan AS, kelompok teroris takfiri Daesh (ISIS) melakukan serangan berdarah di Irak, di mana ini adalah serangan yang paling mematikan sejak 2018.

Letjen Soleimani dan Wakil Ketua Hashd Al Shaabi Irak Abu Mahdi al-Muhandis, bersama delapan pengawal mereka gugur syahid dalam serangan udara pasukan Amerika Serikat ketika mereka tiba di bandara udara Baghdad, ibu kota Irak pada Jumat dini hari, 3 Januari 2020. Serangan ini dilakukan atas perintah Donald Trump ketika Letjen Soleimani berkunjung ke Irak atas undangan resmi pemerintah Baghdad. 

Kementerian Dalam Negeri Irak merilis informasi resmi terkait ledakan bom bunuh diri di Bundaran Tayran, Baghdad yang terjadi Kamis (21/1/2021) siang.  Sedikitnya 32 orang tewas dan 110 lainnya terluka dalam insiden tersebut. Kelompok teroris takfiri teroris mengaku bertanggung jawab atas serangan itu.

Juru bicara Kemendagri Irak Khalid Al Mahna mengatakan, teroris pertama yang mengenakan sabuk bom berpura-pura sakit dan saat warga mengerubungi dirinya, ia langsung meledakkan diri. Tidak lama berselang, lanjutnya, saat warga Baghdad sedang memberikan pertolongan kepada korban luka, teroris kedua juga meledakkan dirinya.

Sumber keamanan Irak mengatakan, rapat darurat tingkat tinggi segera digelar di kantor Pusat Operasi Bersama Baghdad untuk mengkaji situasi keamanan kota ini. Pasca ledakan, seluruh jalan menuju Zona Hijau yang merupakan lokasi sejumlah kantor organisasi internasional, kedutaan besar sejumlah negara, dan instansi penting pemerintahan, ditutup.

Kelompok perlawanan Irak menuding Amerika, rezim Zionis Israel, Arab Saudi dan pasukan bayarannya berada di balik bom bunuh diri ini. 

Kepolisian Provinsi Karbala telah meningkatkan langkah-langkah keamanan setelah pelaku bom bunuh diri menyerang sebuah pasar di Baghdad, Irak. Dikutip dari laman Mawazin News, Kepolisian Karbala pada Kamis (21/1/2021) malam, memerintahkan personelnya untuk bersiaga penuh demi memastikan keamanan para peziarah.

"Karena jumlah peziarah selalu bertambah pada hari Kamis dan Jumat, aparat gabungan dan pos-pos pemeriksaan telah disebarkan di berbagai titik provinsi untuk mencegah penyusupan teroris," pungkasnya.

Di sisi lain, juru bicara Koalisi Negara Hukum Irak, mengatakan informasi awal dari dinas-dinas keamanan Irak menunjukkan bahwa pelaku serangan bom bunuh diri di Baghdad adalah dua warga negara Arab Saudi.

Bahaa al-Din al-Nuri, seperti dikutip Farsnews, Kamis (21/1/2021), menuturkan jika keterlibatan Saudi dalam kejahatan tersebut terbukti, pemerintah Baghdad harus menyatakan bahwa Riyadh bersalah dalam kasus ini.

Sementara itu seorang pejabat keamanan Kataib Hizbullah menyebut Amerika Serikat, rezim Zionis dan Arab Saudi sebagai aktor utama di balik serangan teroris baru-baru ini di Irak.

Abu Ali Al-Askari di akun Twitternya pada Minggu malam menulis, "Kami tegaskan bahwa aktor di balik pembunuhan dan pembantaian massal adalah Zionis-Amerika-Saudi. Oleh karena itu, kami harus menyerang sumbernya bukan melakukan aksi balas dendam terhadap pelaku di lapangan saja".

Berdasarkan laporan Saberin News, Al-Askari mengimbau kelompok perlawanan di kawasan untuk membalas darah para syuhada perlawanan dan tidak mundur dari jalur perjuangan ini.

Pada Sabtu malam, kelompok teroris Daesh juga menyerang pasukan Brigade 22 Al-Hashd Al-Shaabi di provinsi Salah al-Din, yang menyebabkan 11 orang anggota gerakan perlawanan rakyat Irak gugur dan 12 orang lainnya terluka.

Sebelumnya, kamera termal Al-Hashd al-Shaabi memantau pendaratan helikopter militer AS di daerah pegunungan Himreen di provinsi Salah al-Din beberapa hari lalu. Helikopter tersebut membawa bantuan senjata, dan peralatan untuk mendukung kelompok teroris Daesh.

Sumber keamanan Irak mengatakan bahwa milisi teroris Daesh menggunakan senjata berat dan berbagai senjata dalam serangan terhadap pasukan al-Hashd al-Shabi di Himreen.

Kelompok teroris Daesh menyerang Irak pada tahun 2014 dengan dukungan dana dan logistik militer dari Amerika Serikat dan sekutunya termasuk Arab Saudi. (RA)

Add Comments