Kongres Nasional 11.000 Syahid Masyarakat Nomaden Pertama dimulai hari Senin, 19 Juni 2022 di Shahr-e Kord, provinsi Chaharmahal Bakhtiari, Republik Islam Iran dan berakhir pada hari Selasa, 21 Juni 2022.
Acara yang berlangsung di Pusat Kebudayaan Shahr-e Kord ini dihadiri oleh ribuan warga kota tersebut. Foto dan video pertemuan pejabat dan panitia Kongres Nasional Syuhada Nomaden dengan Pemimpin Besar Revolusi Islam Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei pada 12 Juni 2022, juga dipublikasakan dalam acara ini.
Di antara tamu yang hadir adalah Ketua Basij Mustad'afin, Kepala Basij Suku Nomaden, Waki Wali Fakih Provinsi Chaharmahal Bakhtiari, para pejabat provinsi, dan keluarga para syuhada.
Dalam pertemuan dengan para pejabat dan panitia Kongres Nasional Syuhada Nomaden pada 12 Juni lalu, Ayatullah Khamenei mengatakan, plot musuh berupaya merusak keyakinan dan harapan rakyat Iran terhadap terhadap pemerintah.
"Hari ini, musuh-musuh Iran dan Islam mengandalkan perang lunak. Oleh karena itu, semua elemen bangsa, termasuk kelomok suku namaden membutuhkan produk budaya. Tentu saja, karya budaya seperti produksi film dan buku harus mempertimbangkan umpan balik dan dampak produksinya yang jelas dan terukur," kata Rahbar.
Ayatullah Khamenei menyinggung kiprah perjuangan suku nomaden terhadap berbagai plot asing selama dua hingga tiga abad terakhir, dan mengatakan, tujuan dari upaya ini untuk memaksa suku nomaden mengkhianati bangsa dan negara hingga memicu disintegrasi dan perang saudara, yang tidak pernah berhasil. Sebab, Anda adalah salah satu eleman bangsa yang paling setia.
"Faktor utama persatuan, kemajuan dan pengorbanan diri rakyat, termasuk suku nomaden, adalah faktor agama yang digunakan Imam Khomeini sebagai elemen vital. Beliau memimpin revolusi menuju kemenangan, dan setelah revolusi memberikan dukungan besar-besaran melawan kekuatan asing dan pemerintah bonekanya seperti Saddam (diktator terguling Irak)," tegasnya.
Ayatullah Khamenei memandang melemahnya keyakinan agama, serta harapan dan optimisme dalam menyongsong masa depan negara sebagai salah satu komponen perang lunak musuh terhadap bangsa Iran.
"Mereka menyebarkan keputusasaan terhadap masa depan, atau melemahkan keyakinan orang-orang terhadap pejabat negara, membuat rakyat tidak percaya atau pesimis tentang upaya dan rencana para pejabat, apakah mereka tahu atau tidak, itu berhasil untuk musuh. Dan hari ini, siapa pun yang putus asa akan masa depannya, atau melemahkan keyakinan masyarakat, maupun tidak percaya atau pesimis tentang upaya para pejabat negara, secara sadar atau tidak, mereka bekerja untuk kepentingan musuh," jelas Rahbar.
Beliau menyebut salah satu pelajaran penting yang bisa dipetik dari syuhada adalah pelajaran harapan.
"Para pejuang kita memasuki medan perang dalam situasi ketika perhitungan normal tidak ada harapan meraih kemenangan. Tetapi sebagai hasil dari perjuangan penuh harapan, perang dengan martabat berhasil ditorehkan Republik Islam dalam situasi yang paling sulit berkat bantuan Ilahi dan kerja keras," pungkasnya. (RA)