Sekitar Oktober 2020, sebuah kantor polisi di Champigny-sur-Marne, di pinggiran tenggara Paris, ibu kota Prancis diserbu massa yang bersenjatakan kembang api dan batang logam. Pengawasan ketat polisi Prancis, termasuk penggunaan kekuatan yang berlebihan, telah meningkat setelah serangkaian insiden direkam dalam video dan dibagikan ke platform media sosial.
Salah satu insiden itu adalah kematian pengemudi pengiriman Paris, Cedric Chouviat, ayah lima anak berusia 42 tahun, pada Januari 2020. Dalam adegan yang mengingatkan pada kematian George Floyd dalam tahanan polisi di Amerika Serikat, Chouviat terdengar mengatakan "Saya tercekik" saat tujuh petugas polisi menahannya dalam rekaman yang menjadi viral. Tiga petugas didakwa melakukan pembunuhan pada Juli sehubungan dengan kematiannya.
Protes terhadap kekerasan polisi berlanjut hingga sekarang. Aksi ini tidak hanya memprotes kekerasan polisi tetapi juga RUU Keamanan Global. RUU keamanan yang diusulkan oleh Presiden Emmanuel Macron telah memicu aksi protes di berbagai kota di Prancis.
Menurut pemerintah, RUU tersebut diusulkan untuk memerangi radikalisme di Perancis. Namun, para pengunjuk rasa menilai RUU ini justru sebagai cara untuk membatasi kebebasan individu. Selain itu, RUU tersebut juga disorot karena akan membatasi peredaran gambar dan video polisi di media dan internet.
RUU itu dikhawatirkan akan menyulitkan upaya pengungkapan kebrutralan yang dilakukan oleh polisi. RUU keamanan tersebut telah diperdebatkan oleh anggota parlemen Prancis. RUU ini akan menjadi dakwaan kejahatan bagi siapa saja, termasuk jurnalis dan warga sipil, yang membagikan foto petugas polisi kecuali wajah mereka telah diburamkan.
Selain itu, menerbitkan foto ke media sosial dengan maksud untuk merusak integritas fisik atau psikologis petugas yang sedang bertugas dapat dihukum. Hukuman itu bisa berupa penjara satu tahun atau denda hingga 45.000 euro.
Reformasi hukum, yang diajukan Macron pada Oktober tahun lalu telah memicu protes di kota-kota di Prancis, termasuk Paris, Lyon, Bordeaux, dan Marseille. Reformasi itu juga menuai kritik dari organisasi hak asasi manusia dan jurnalis.
Mereka memandang RUU yang diusulkan adalah alat untuk mencekik kebebasan pers dan merusak pemeriksaan terhadap potensi penyalahgunaan kekuasaan oleh polisi. Mereka juga berpendapat susunan kata dalam RUU itu terlalu kabur. (RA)