Ketegangan antara Republik Islam Iran dan Amerika Serikat meningkat selama hari-hari terakhir pemerintahan Presiden Donald Trump. Trump dikhawatirkan sejumlah pihak akan melakukan petualangan militer berbahaya di kawasan Asia Barat.
Pelaksana tugas Menteri Pertahanan AS Christopher Miller pada hari Minggu (3/1/2021) menginstruksikan USS Nimitz untuk tetap berada di Teluk Persia dengan dalih apa yang dia gambarkan sebagai ancaman Iran terhadap Presiden Trump dan pejabat pemerintah AS lainnya.
Perintah tesebut juga sekaligus membatalkan keputusan sebelumnya untuk memindahkan kapal induk AS dari Asia Barat (Timur Tengah).
AS juga telah menerbangkan dua pesawat pembom B-52 berkemampuan nuklir di atas Teluk Persia. Pentagon mengerahkan sepasang pembom B-52 ke Teluk Persia dalam langkah provokatif terhadap Iran, beberapa minggu sebelum berakhirnya pemerintahan Trump.
Menurut Associated Press, pembom berkemampuan nuklir itu terbang tanpa henti dari Pangkalan Angkatan Udara Minot di North Dakota dan kembali setelah unjuk kekuatan di sisi barat Teluk Persia pada hari Rabu (30/12/2020). Namun tak lama kemudian, dua pesawat pembom AS itu dikabarkan kembali lagi ke Teluk Persia.
Ini adalah ketiga kalinya dalam enam minggu pembom AS melakukan penerbangan jarak jauh di lepas pantai Iran. Sebelumnya pada bulan Desember, dua pembom B-52 terbang nonstop dari Pangkalan Angkatan Udara Barksdale di Louisiana, melintasi Eropa dan kemudian Teluk Persia dalam misi pemberitahuan singkat.
Angkatan Laut AS juga mengumumkan kedatangan kapal selam bertenaga nuklir di Teluk Persia minggu lalu. USS Georgia melewati Selat Hormuz ditemani oleh dua kapal perang Amerika, menjadikannya kapal selam bermuatan rudal pertama dari jenisnya yang memasuki Teluk Persia dalam delapan tahun terakhir.
Menanggapi pergerakan militer AS di Teluk Persia, Kepala Staf Angkatan Bersenjata Republik Islam Iran Mayor Jenderal Mohammad Bagheri mengatakan, Angkatan Bersenjata secara optimal waspada dan "siap bertindak" untuk menanggapi kesalahan sekecil apa pun pasukan musuh di kawasan tersebut.
"Militer Republik Islam Iran sepenuhnya siap untuk bertahan melawan agresi apa pun," kata Mayjen Bagheri di sela-sela Latihan Tempur Drone Skala Besar Pertama oleh militer Iran.
Dia menambahkan, meskipun Republik Islam Iran tidak berniat melakukan tindakan agresi dan pelanggaran terhadap negara tetangga mana pun, namun sepenuhnya siap untuk melawan ancaman apa pun.
"Angkatan Bersenjata kita yang heroik sedang 'berada di pelatuk', dan jika ada kesalahan sekecil apapun yang dilakukan musuh, mereka pasti akan memberikan respon yang tegas," pungkasnya.
Sementara itu, mantan Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton mengimbau Trump agar tidak memulai konflik atau perang dengan Iran dalam 15 hari terakhir masa jabatannya sebagai Presiden AS. Peringatan ini disampaikan Hillary melalui unggahan di akun Twitter resminya.
"Satu hadiah yang bisa diberikan Trump kepada negara dan dunia adalah tidak memulai perang dengan Iran dalam 15 hari terakhir masa jabatannya. Sulit untuk mengatakan apakah pemerintahannya melakukan tindakan yang disengaja atau hanya menunjukkan ketidakmampuan. Bagaimanapun, mereka memainkan permainan yang berbahaya," tulis Hillary di akun twitternya, Selasa (5/1/2021). (RA)