Ketika Ali Saga mengunjungi sebuah klinik di Jakarta empat dekade lalu, dia menyaksikan para pasien dan petugas kesehatan berebut menjauh darinya.
"Dokter tiba-tiba membentak pasien, 'mundur! Orang ini penderita kusta!" kata pria berusia 57 tahun itu, mengenang salah satu momen paling menghancurkan setelah diagnosisnya di tahun 1970-an.
"Mereka juga secara kasar menggunakan jarum suntik untuk menguji kulit saya dan saya menangis. Kulit saya mungkin tidak merasakan apa-apa tetapi jiwa saya terluka," tambah mantan pasien kusta itu sambil menahan air mata.
Kini ia menggunakan rasa sakitnya untuk membantu warga lain di sebuah desa di pinggiran ibu kota Indonesia menjalani kehidupan normal pasca kusta dengan kaki palsu buatan tangan.
Setelah Brasil dan India, Indonesia memiliki kasus kusta tertinggi ketiga di dunia -- penyakit bakteri menular yang ditularkan melalui kontak jarak dekat yang lama dengan kasus yang tidak diobati.
Menjelang Hari Kusta Sedunia pada Minggu (29/01/2023), kementerian kesehatan mengatakan negara itu masih memiliki lebih dari 15.000 kasus aktif, dengan lebih dari 11.000 kasus baru tercatat tahun lalu.