Pemimpin Besar Revolusi Islam Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei mengatakan, Republik Islam Iran akan kembali pada komitmennya dalam perjanjian nuklir JCPOA ketika Amerika Serikat mencabut semua sanksi dalam praktik, dan bukan hanya lisan atau tulisan saja, serta pencabutan sanksi tersebut diverifikasi oleh Iran.
Menurut Rahbar, inilah kebijakan Republik Islam Iran yang definitif dan tidak dapat diubah, dan semua pihak dari berbagai tingkatan jabatan negara [di Iran], tidak ada yang akan menyimpang darinya.
Masalah tersebut ditegaskan Ayatullah Khamenei dalam pertemuan dengan para komandan Angkatan Udara Militer (AU) Iran pada Minggu (7/2/2021) dalam rangka memperingati kesetiaan bersejarah pasukan AU militer Iran kepada Imam Khomeini ra pada tanggal 19 Bahman 1357 Hs (8 Februari 1979).
Rahbar juga kembali menekankan masalah perundingan nuklir JCPOA, dan menuturkan, Amerika dan Eropa tidak berhak untuk menentukan syarat, karena mereka telah melanggar kewajibannya, dan pihak yang harus menentukan syarat adalah Republik Islam karena telah menepati komitmennya.
"Mereka hanya mencabut sementara beberapa sanksi untuk jangka waktu yang sangat singkat pada fase awal, tetapi kemudian menjalankan sanksi bahkan meningkatkannya, sehingga mereka tidak memiliki hak untuk menetapkan persyaratan," imbuhnya.
Pada 8 Mei 2018, Amerika Serikat secara sepihak menarik diri dari JCPOA dan memberlakukan kembali sanksi terhadap Iran dengan klaim baru dan direkayasa.
Sejak awal masa kepresidenannya, Donald Trump menilai JCPOA sebagai kesepakatan buruk dan akhirnya ia menarik negaranya keluar dari perjanjian nuklir internasional itu. Trump juga berjanji untuk membujuk Iran agar datang ke meja perundingan demi mencapai kesepakatan yang lebih baik dari kacamatanya dan ambisi tersebut dijalankan bersamaan dengan kebijakan tekanan maksimum terhadap Tehran.
Kini, Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran dalam pidato terbarunya menekankan bahwa penerapan tekanan maksimum menjadi pengulangan dari kebijakan AS yang gagal sebelumnya. Faktanya, lebih banyak dimensi kegagalan dari kebijakan Washington tersebut.
Pernyataan Rahbar dalam hal ini memuat poin-poin strategis penting mengenai masalah kedaulatan nasional Iran di segala bidang mulai dari pertahanan hingga kemandirian politik dan kemampuan ilmiah serta menjaga persatuan dan kesatuan menghadapi tekanan dan ancaman musuh.
Ayatullah Khamenei menyinggung sanksi yang belum pernah terjadi sebelumnya yang ditujukan untuk menggulingkan Iran sebagai contoh lain dari kesalahan kalkulasi AS. Beliau mengatakan, "Salah seorang terbodoh dua tahun lalu mengatakan bahwa kita akan merayakan pesta kemenangan pada Januari 2019 di Tehran. Namun lihatlah sekarang, orang ini justru telah masuk dalam kubangan sampah sejarah dan diusir dari Gedung Putih dengan cara yang buruk. Ietapi Republik Islam Iran telah berdiri tegar berkat karunia ilahi,".
Di bagian lain statemennya, Rahbar juga menyinggung kebingungan dan kepanikan rezim-rezim yang berafiliasi dengan AS di kawasan, terutama rezim Zionis. Mereka mengungkapkan ketakutan dan kecemasan tentang realitas penurunan pengaruh AS di dalam negerinya sendiri dan arena internasional. Para analis AS dan internasional mengakui bahwa sistem sosial negaranya busuk dari dalam, bahkan sebagian berbicara tentang era pasca-Amerika.
Faktanya, kesalahan kalkulasi telah menyebabkan Amerika Serikat dan sekutunya membuat keputusan fatal. Ilusi Amerika Serikat dan Eropa dalam memaksakan kondisi baru terhadap Iran juga bisa dinilai dalam konteks ini.
JCPOA adalah perjanjian internasional multilateral yang diratifikasi oleh Dewan Keamanan PBB dalam resolusi 2231. Namun, Amerika Serikat menarik diri dari perjanjian internasional tersebut dan Eropa juga tidak menjalankan komitmennya terhadap JCPOA.
Oleh karena itu, tuntutan Iran saat ini bukanlah mengembalikan Amerika Serikat ke JCPOA, tetapi pencabutan sanksi dan pengembalian hak bangsanya yang dirampas, yang merupakan kewajiban Amerika Serikat dan Eropa. (RA)